Pendahuluan
Usaha yang bergerak dalam penyediaan dan persiapan makanan siap konsumsi yang disebut dengan usaha jasa boga telah berkembang dengan pesat pada saat ini. Usaha semacam ini banyak dimanfaatkan untuk penyediaan makan dalam berbagai acara, namun umumnya belum mempunyai sistem pengawasan yang baik sehingga kadang-kadang makanan yang disediakan sudah agak rusak atau menyebabkan keracunan makanan. Kasus keracunan makanan sering diberitakan di media massa, hal ini disebabkan oleh makanan-makanan yang disediakan oleh usaha jasa boga yang umumnya tidak mempunyai pengetahuan atau keterampilan dalam praktek sanitasi yang benar dalam penanganan dan pengolahan makanan menyebabkan makanan tidak aman untuk dikonsumsi.
Teknologi untuk mencegah terjadinya keracunan makanan atau penularan penyakit melalui makanan merupakan suatu hal yang sangat kompleks. Seharusnya seorang menejer suatu jasa boga telah dibekali dengan pengetahuan dan keterampilan dalam mencegah kontaminasi terhadap komponen-komponen penyebab penyakit dan keracunan dalam penyediaan makanan, baik berupa komponen kimia maupun mikroorganisme.
Tujuan penyusunan makalah ini adalah menerangkan tentang upaya-upaya pencegahan pencemaran mikroorganisme pada bahan pangan, dengan demikian diharapkan mahasiswa dapat mengetahui upaya-upaya pencegahan pencemaran mikroorganisme pada bahan pangan.
Pembahasan
Batasan Mutu Mikrobiologi
Makanan yang mempunyai mutu yang baik adalah ditinjau dari segi rasa, penampakan dan keamanannya. Dari segi mikrobiologi, usaha jasa boga harus mempersiapkan dan menghidangkan makanan yang masih baik, tidak busuk dan aman untuk dikonsumsi. Mikroorganisme pembusuk yang terdapat didalam makanan, termasuk bakteri, kapang maupun khamir dalam jumlah tinggi dapat menyebabkan perubahan-perubahan pada makanan misalnya menimbulkan ketengikan, pelendiran, perubahan warna, bau dan rasa asam, menimbulkan gas atau menimbulkan bau busuk. Makanan yang disediakan oleh usaha jasa boga bukan merupakan makanan steril, oleh karena itu tidak terbebas dari mikroorganisme pembusuk, selama jumlah organisme pembusuk tersebut cukup kecil dan tidak berkembang biak selama penyimpanan tidak akan menyebabkan kebusukan, maka makanan tersebut masih dapat diterima. Namun bakteri patogen yang dapat berkembang biak dengan baik akan memicu terjadinya kebusukan sebelum makanan ketangan konsumen, oleh karena itu Food and Drug Administration (FDA)menganjurkan untuk menjamin suatu makanan siap dikonsumsi tidak busuk dan aman saat ditangan konsumen, maka sebaiknya makanan disimpan pada suhu lemari es yaitu 7,2oC untuk makanan dalam keadaan dingin, atau pada suhu diatas 60oC untuk makanan-makanan yang dikonsumsi dalam keadaan panas.
Kandungan mikroorganisme yang biasanya terdapat pada makanan yang dipersiapkan oleh usaha jasa boga umumnya mencapai jumlah 50.000-1.000.000 organisme/gram. Setiap usaha jasa boga yang sudah profesional seharusnya selalu melihat batas-batas minimal jumlah mikroorganisme patogen yang dapat menyebabkan keracunan atau penyakit pada manusia, sehingga dengan demikian dapat mengontrol dengan sendirinya mutu mikrobiologi makanan yang diolahnya. Pada tabel 1 dapat dilihat batas minimum jumlah sel mikroorganisme atau jumlah toksin yang dapat menyebabkan keracunan atau penyakit pada manusia.
Tabel 1. Batas maksimum mikroorganisme yang menyebabkan penyakit atau keracunan makanan
Penyebab | Batas Minimal Untuk Orang Dewasa Sehat |
Salmonella | <>5 sel** |
Toksin Staphylococcus | > 1 ug |
Clostridium Perfringens | 106 sel |
Bacillus Cereus | > 106 sel |
Campylobacter | 106 sel |
Vibrio Parahaemolyticus | 105-107 sel |
V. Cholerae | 106 sel |
Shigella | 101-102 sel |
Escherichia coli | 106 sel |
Yersinia | 109 sel |
Streptococcus Faecalis | 109-1010 sel |
Virus Hepatitis | 1000? Sel |
Virus Norwalk | 10? sel |
** 1-10 sel untuk bayi dan manula.
Kontrol Mikrobiologi
Pengembangan sistem yang aman dalam industri jasa boga secara operasional, terlebih dahulu harus diketahui sistem yang dilakukan dalam usaha tersebut dan variabel yang harus dikontrol. Komponen-komponen yang mungkin masuk kedalam sistem dan mempengaruhi mutu adalah udara, air dan bahan pangan yang mungkin mengandung berbagai kontaminan (bakteri, virus, protozoa, parasit, kapang, bahan kimia dan toksin). Disamping itu juga ada pekerja pengolahan pangan yang mungkin juga merupakan sumber kontaminan karena dapat membawa (bakteri, virus, protozoa, parasit, kapang, bahan kimia dan toksin).
Usaha jasa boga dapat dibedakan atas dua kelompok berdasarkan jumlah makanan yang ditangani yaitu jasa boga besar (hotel, rumah sakit, perkantoran atau pabrik) dan usaha jasa boga kecil (restoran dan warung-warung menengah). Bahaya yang mungkin timbul dalam mempersiapkan makanan pada kedua kelompok tersebut pada umumnya hampir sama, hanya sedikit perbedaan. Sebagai contoh, kontaminasi dari pekerja pada usaha yang besar tidak terlalu berbahaya bila dibandingkan dengan kontaminasi pekerja pada usaha-usaha kecil seperti restoran dan warung. Contoh lainnya, makanan yang dipersiapkan di restoran atau warung dalam jumlah kecil biasanya mengalami pemanasan yang lebih merata sehingga diharapkan sebagian mokroorganisme telah mati, sedangkan jika jumlah makanan yang mengalami pemanasan terlalu besar dimungkinkan setiap bagian makanan pada bagian tengah maupun pinggir tidak mengalami pemanasan secara merata sehingga dimungkinkan mikroorganisme untuk berkembang biak.
Kontrol Terhadap Tahap-Tahap Proses
Kontrol terhadap proses yang dapat diatur diantaranya adalah suhu, waktu, aktivitas air, keasaman, potensi oksidasi-reduksi, peralatan, fasilitas, bahan kimia (lemak,karbohidrat, rempah-rempah dan gas) dan senyawa anti mikroba yang dapat ditambahkan selama pengolahan. Tujuan utama dari pengolahan pangan adalah mengurangi jumlah organisme patogen sampai dibawah batas yang dapat menimbulkan penyakit. Pada makanan-makanan olahan tujuan dari pengolahan pangan adalah untuk mengurangi jumlah mikroorganisme pembusuk sehingga makanan menjadi lebih tahan lama saat disimpan. Untuk mengontrol proses pengolahan pangan perlu dilakukan pendesainan suatu proses pengolahan pangan yang baik, dengan diketahui tahapan-tahapan proses yang memungkinkan terjadinya pencemaran bahan-bahan sehingga dapat menimbulkan keracunan makanan.
Contoh tahapan adalah sebagai berikut:
Pencemaran mikroorganisme:
a. Penyimpanan atau pendinginan bahan mentah pada suhu yang tidak tepat
b. Menyiapkan atau memasak makanan jauh dari sebelum saat yang dikonsumsi
c. Penyimpanan dalam keadaan hangat pada suhu yang tidak tepat
d. Pekerja menderita sakit infeksi dan tidak bersih
e. Pemanasan makanan kembali pada suhu yang tidak tepat
f. Pemasakan atau pemanasan yang tidak cukup
g. Peralatan atau wadah yang tidak bersih
h. Kontaminasi silang
i. Penggunaan bahan mentah yang terkontaminasi
Kontrol Terhadap Bakteri Penyebab Keracunan
Pencegahan keracunan makanan yang disebabkan oleh bakteri telah ditentukan berdasarkan jenis bakteri yang dianggap sebagai kunci untuk dapat mengontrol pertumbuhan bakteri penyebab keracunan seperti pada tabel 2.
Tabel 2. Beberapa bakteri yang perlu dikontrol dalam industri boga
Proses dan mikroorganisme yang dikontrol | Kondisi pertumbuhan/destruksi |
Penyiapan suhu rendah : | |
Yersinia enterocolitica | Suhu minimum: 0-2oC |
C. botulinum tipe E | Suhu minimum: 0-2 s/d 3,3oC |
Penyimpanan suhu tinggi: | |
C. perfringens | Suhu maksimum: 51,6oC Waktu generasi: 8 menit pada 45,5oC 10 menit pada 37oC |
Destruksi dengan panas: | |
Salmonella typhimurium | 70oC = 678-1050 menit (pada susu coklat) 60oC = 0,27-5 menit (pada daging ayam kaleng) z = 4,2-5,3oC (telur) |
Staphylococcus aureus | 60oC = 6,7-7,9 menit (pada sayuran kaleng) z = 4,5oC |
Toksin | >00oC >30 menit |
Pengontrolan kontaminasi mokroorganisme patogen pada makanan yang telah dipanaskan, perlu diperhatikan jenis makanan yang dipanaskan. Tabel 3 menunjukan pemanasan minimal yang perlu diberikan pada beberapa kelompok makanan.
Tabel 3. Pemanasan minimum pada beberapa makanan
Jenis makanan | Pemanasan minimal | |
Suhu (oC) | Waktu | |
Daging potongan tebal (>5 cm) | 107-135 | 4-8 jam |
Daging potongan tipis (<5> | 121-204 | 2-40 menit |
Saus | 93 | 2 menit - 6 jam |
Buah-buahan, sayuran, pati | 100-121 | 10 menit |
Roti, adonan kueh | 177 | 5-40 menit |
Makanan yang telah diolah dapat disimpan dalam keadaan panas atau dingin sebelum dihidangkan. Penyimpanan dalam kadaan panas sebaiknya dilakukan pada suhu diatas 540Cuntuk mencegah pertumbuhan bakteri anaerobik termofilik, atau diatas 460C untuk mencegah pertumbuhan aerobik.
Upaya Pencegahan Mikroorganisme
Penggunaan Panas
Penggunaan panas dan waktu dalam proses pemanasan bahan pangan sangat berpengaruh pada bahan pangan. Pada umumnya, semakin tinggi jumlah panas yang diberikan semakin banyak mikroba yang mati, sampai pada suatu tingkat dimana komoditi bebas mikroba (steril) atau sebagian besar mikroba rusak mati terbunuh. Proses pemanasan dapat dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pasteurisasi, pemanasan pada suhu sekitar 100oC, pemanasan dengan suhu lebih tinggi dari 100oC.
Pasteurisasi
Proses pemanasan yang dapat membunuh atau memusnahkan sebagian tetapi tidak semua mikroba yang ada dalam bahan pangan dan biasanya menggunakan suhu dibawah 1000C. Pasteurisasi dapat dilakukan dengan uap air, air panas, panas kering atau aliran listrik. Bahan pangan yang dipanaskan segera dinginkan.
Pasteurisasi digunakan apabila bahan pangan tidak tahan pada panas tinggi, dimaksudkan untuk membunuh bakteri patogen, mikroba pembusuk tidak begitu tahan panas, cara pengawetan laen akan dilakukan (penambahan bahan pengawetan), mikroba saingan perlu dibunuh agar mikroba yang dikehendaki dapat tumbuh dengan baik setelah penambahan starter.
Pemanasan Pada Suhu Sekitar 100oC
Cara pemanasan untuk dapat membunuh semua jenis mikroba perusak kecuali bentuk sporanya pada pemanasan dengan suhu 1000C atau lebih rendah. Suhu tersebut dapat dipakai dengan cara mendidihkan bahan pangan yang berkuah, memasukan bahan pangan ke dalam wadah (botol) pada air penangas atau dengan mengalirkan uap air panas.
Pemanasan dengan Suhu Lebih Tinggi dari 100oC
Pemanasan dengan suhu lebih tinggi dari 100oC dapat dilakukan dengan cara menggunakan uap air panas bertekanan tinggi pada tekanan 5 psi bersuhu 1090C dan dapat dilakukan di dalam alat : sterilizer pada tekanan 10 psi bersuhu 115,50C, autoclave pada tekanan 15 psi bersuhu 121,50C.
Pengalengan
Langkah-langkah yang dilakukan dalam proses pengalengan adalah persiapan bahan, pemblansiran, pengisian bahan, exhausting dan penutupan, pemanasan dengan suhu dan waktu tergantung keadaan bahan, cara pemanasan dan pH bahan pangan.
Penggunaan Suhu Rendah
Dilakukan untuk menghambat atau mencegah reaksi-reaksi kimia, reaksi enzimatis atau pertumbuhan mikroba. Semakin rendah suhu semakin lambat proses tersebut.
Pembekuan
Laju pembekuan bahan sangat tergantung pada faktor-faktor : cara pembekuan (cepat atau lambat), suhu yang digunakan, sirkulasi udara atau refrigerant, ukuran dan bentuk pembungkus serta jenis bahan pangan itu sendiri. Bahan pangan yang dibekukan dalam cara cepat, lebih baik daripada yang dibekukan lambat. Mikroba biasanya dapat tumbuh pada bahan pangan tidak dapat hidup lagi pada suhu -120C. Karna itu penyimpanan dilakukan pada suhu -180C atau lebih rendah guna mencegah kebusukan bahan yang disebabkan mikroba, dengan catatan suhu tiak berubah-ubah.
Pengeringan
Prinsip pengeringan adalah mengurangi kadar air pada bahan pangan. Semakin rendah kadar air pada bahan pangan maka semakin awet bahan pangan tersebut. Penguapan dan pengentalan dapat dilakukan untuk mengurangi kandungan air dari bahan cair sehingga bahan mempunyai viskositas yang tinggi dengan kadar air yang rendah.
Cara umum yang dilakukan pada proses pengeringan yaitu menggunakan sinar matahari, menggunakan alat pengering mekanis. Alat pengering yang digunakan bermacam-macam killn, tunneldryer, drum dryer dan spray drayer
Kesimpulan
Upaya-upaya pencegahan pencemaran mikroorganisme pada bahan pangan dapat dilakukan dengan cara Pasteurisasi, Pemanasan Pada Suhu Sekitar 100oC, Pemanasan dengan Suhu Lebih Tinggi dari 100oC, Pengalengan, Penggunaan Suhu Rendah, Pembekuan, Pengeringan.
Daftar Pustaka
Budiyanto, A. K. 2004. Mikrobiologi Terapan. UMM Press, Malang
Dwidjoseputro, D. 1978. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakata
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. RajaGrafindo Persada, Jakarta
Fardiaz, S. dan Dwiloka, B. 1990. Mikrobiologi Pengolahan Pangan Lanjut. Institut Pertanian Bogor, Bogor
Winarno, F. G. 1983. Kerusakan Bahan Pangan dan Cara Pencegahannya. Ghalia Indonesia, Jakarta